Sejarah Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa
Pencak Silat Sinjai -Sejak
jaman dahulu, di lingkungan Pesantren NU, terdapat banyak sekali
aliran silat; baik aliran silat
yang ada di Jawa timur, Jawa barat, Jawa tengah, Banten, silat Betawi, silek Minang, silat Mandar, Silat Mataram, dan lain lain.
Karena beragamnya aliran silat tersebut maka dibentuklah PAGAR NUSA sebagai wadah perkumpulan perguruan
pencak silat dibawah
naungan NU.
Wadah ini tetap membuka
keragaman dan memberi keluasaan pada tiap-tiap perguruan untuk mengembangkan
diri dan
mempertahankan cirri khasnya masing-masing. Artinya walaupun ada
perbedaan namun tetap satu saudara. Maka tak heran jika sekarang
ini kita mengenal ada: Pagar Nusa Gasmi,
Pagar Nusa Batara Perkasa, Pagar Nusa Satria Perkasa Sejati (Saperti), Pagar
Nusa Nurul Huda Pertahanan Kalimah Syahadat (NH Perkasa), Pagar Nusa Cimande
Kombinasi, Pagar Nusa Sakerah, Pagar Nusa Tegal Istigfar, Pagar Nusa JPC, Pagar
Nusa Bintang Sembilan, Pagar Nusa Sapu Jagad, dll.
1.
Gus Maksum dan Berdirinya GASMI
Rasa keprihatinan Gus Maksum
atas berkembangnya konflik dimasyarakat antara kaum muslim dan golongan
komunis, mendorong beliau melakukan training-training pencak silat. Kegiatan
ini dilakukan dengan harapan bisa menjadi bekal bagi masyarakat terhadap
ancaman teror dari PKI yang semakin brutal. Seiring waktu, berbagai kelompok training
pencak silat tersebut disatukan dalam sebuah perguruan yang diberi nama GASMI (Gerakan
Aksi Silat Muslimin Indonesia).
GASMI resmi berdiri di Pondok pesantren Lirboyo pada tanggal 11 Januari 1966.
Gasmi berdiri sebagai tandingan atas berkembangnya
LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang
bergerak dibawah naungan PKI (Partai Komunis Indonesia). Gus Maksum memandang ini penting karena LEKRA adalah otak dibalik setiap
aksi provokasi, sabotase, teror dan hal-hal
yang meresahkan masyarakat lainnya. Menghadapi aksi LEKRA ini, beliau mengatakan “Ada Aksi ada Reaksi. LEKRA beraksi
GASMI Bereaksi, Amar ma’ruf nahi mungkar harus selalu
ditegakan!”.
Bentuk-bentuk perjuangan Gasmi pada periode awal
diantaranya adalah dakwah menguasai
masjid-masjid dengan latihan-latihan silat dan pengajian yang dikemas dalam
latihan silat, mengadakan berbagai “Open Bar” atau “Pencak Dor”, yaitu sebuah
panggung terbuka setinggi 2 meter untuk pertandingan beladiri yang melibatkan
berbagai kalangan untuk bertarung secara ‘jantan dan ksatria’, maupun
penanganan secara langsung terhadap “aksi sepihak” yang dilakukan oleh PKI
terhadap masyarakat sipil. Baru setelah situasi keamanan mulai kondusif, pada tanggal 14 januari
1970 GASMI secara resmi didaftarkan pada Ikatan Pencak Silat Indonesia
(IPSI).
Dari lahirnya GASMI inilah Gus Maksum
kemudian terinspirasi
untuk menyatukan berbagai
macam aliran silat yang ada di NU secara lebih luas lagi. Dimulai dengan merangkul
perguruan silat tradisional lokal eks. Karesidenan Kediri seperti Jiwa Suci milik pesantren Al M’aruf Bandar Lor kediri,
PORSIGAL (Perguruan Olah Raga Silat
Indah Garuda Loncat), sebuah perguruan silat tradisional Blitar, Asta Dahana, sebuah perguruan silat Kediri. dan beberapa
perguruan silat lokal lainnya.
2.
Gagasan PAGAR
NUSA
Disisi lain, pada suatu pertemuan KH. Mustofa
Bisri Rembang menceritakan kepada Prof. Dr. KH. Suharbillah Surabaya tentang semakin
surutnya dunia persilatan di halaman pesantren. Hal ini ditandai dengan
hilangnya peran pesantren sebagai Padepokan Pencak Silat. Sejak jaman walisongo
kyai-kyai pesantren adalah juga pendekar yang mengajarkan ilmu pencak silat
dipesantrennya masing-masing. Namun seiring waktu, kenyataan tersebut mulai
hilang. Terutama disebabkan semakin padatnya jadwal pendidikan pesantren karena
orientasi penerapan standar pendidikan modern.
Padahal diluar pesantren aneka ragam perguruan
silat tumbuh semakin menjamur. Mereka menggunakan pencak silat sebagai misi
pengembangan agama dan kepercayaannya masing-masing. Dan perguruan-perguruan
silat yang sebenarnya bersifat lokal ini, diantara mereka saling merasa paling
kuat. Sehingga tak jarang terjadi bentrokan diantara mereka. Dan yang merasa
kalah kuat akhirnya berguguran dan kemudian hilang dari peredaran. Karena
kenyataan tersebut, KH. Mustofa Bisri kemudian menyarankan KH. Suharbillah
untuk menemui KH. Abdullah Maksum jauhari di Lirboyo Kediri untuk menggagas
persoalan ini.
Kegelisahan serupa juga dirasakan oleh KH. Syansuri
Badawi Tebu Ireng. Beliau menyayangkan maraknya tawuran antar pengikut
perguruan silat yang meresahkan masyarakat, terutama dikawasan kabupaten Jombang
dan sekitarnya. Kemudian Kyai Sansuri berinisiatif menemui PWNU Jawa Timur yang pada waktu itu
diketuai oleh KH. Hasyim Latif untuk menyampaikan masalah di masyarakat
tersebut.
Selanjutnya, KH. Hasyim Latif mengutus sekretaris
PWNU Jawa Timur KH. Ghofar Rahman, Ketua Lembaga Ma’arif KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr. KH Suharbillah, SH. LLT. untuk menemui KH. Abdullah Maksum Jauhari atau
yang biasa dipanggil Gus Maksum di pesantren Lirboyo Kediri. Dalam pertemuan di Lirboyo ini
disepakati bahwa akan dibentuk sebuah wadah pencak silat yang menaungi seluruh aliran
pencak silat dilingkungan Nahdlatul Ulama. Dan Gus Maksum yang sudah terkenal
sebagai ahlinya pencak silat diminta untuk menjadi ketua umumnya nanti jika
sudah terbentuk wadah tersebut.
Pertemuan berikutnya untuk menggodok
konsep wadah pencak silat NU tersebut berlangsung di Pesantren Tebu Ireng pada
12 Muharram 1406 atau bertepatan dengan 27 september 1985. Pertemuan ini dihadiri beberapa
pendekar antara lain: KH. Abdullah Maksum Jauhari Lirboyo, KH. Abdurahman Ustman Jombang,
KH. Muhajir Kediri, H. Athoillah Surabaya, Drs.Lamro Azhari
Ponorogo, Timbul Jaya Lumajang,
KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr.
KH Suharbillah, SH. LLT. dan beberapa
pendekar lainnya dari Cirebon, Kalimantan, Pasuruan dan Nganjuk. Pertemuan ini
menghasilkan kesepakatan antara lain :
a. Fatwa Ulama KH.Syansuri
Badawi bahwa,”Pencak Silat
Hukumnya boleh dipelajari asal
dengan tujuan perjuangan”.
b. Dibentuknya suatu Ikatan bersama untuk mempersatukan
berbagai aliran silat dibawah naungan NU.
3.
Berdirinya Pagar
Nusa
Mengacu pada Surat Keputusan
Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat NU yang
disahkan pada 10 Desember 1985 dan berlaku sampai dengan tanggal 15 januari
1986, maka diadakanlah pertemuan lanjutan di pesantren Lirboyo Kediri pada tanggal
3 Januari 1986. Pertemuan itu dihadiri oleh pendekar-pendekar dari
Ponorogo, Jombang, Kediri, Nganjuk, Pasuruan,
Lumajang, Cirebon dan Kalimantan.
Dan beberapa perwakilan PWNU Jawa Timur
diantaranya KH. Ahmad Bukhori Susanto dan Prof. Dr. KH. Suharbillah, SH. LLT. Musyawarah
di Pesantren Lirboyo ini sekaligus menandai lahirnya Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Nama itu diciptakan
oleh KH. Mujib Ridlwan dari Surabaya.
KH. Mujib Ridlwan adalah putra KH. Ridlwan Abdullah pencipta lambang NU.
Sebagai embrio sebelum
terbentuknya kepengurusan nasional, maka dibentuklah susunan kepengurusan
Wilayah Jawa Timur sebagai berikut:
Ketua Umum : KH. Abdullah
Maksum Jauhari
Sekretaris : KH. Drs. Fuad
Anwar
Ketua Harian : KH. Drs.
Abdurrahman Ustman
Ketua I : Prof. Dr.
KH. Suharbillah, SH. LLT
Sekretaris I : Drs. H. Kuncoro
Sekretaris II : Lamro Azhari
4. Terbentuknya Kepengurusan Nasional
Untuk membentuk kepengurusan Pagar Nusa ditingkat
nasional, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk sebagai
pengurus pagar nusa. Surat
pengantar tersebut ditanda tangani oleh Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid
dan Rais Aam KH. Ahmad Siddiq. Tanda tangan KH. Ahmad Siddiq ini merupakan
tanda tangan terakhir beliau.
Setelah itu, pada tahun 1989 Musyawarah Nasional I
direncanakan terselenggara di Pesantren Zainul Hasan, Genggong Probolinggo.
Rencana ini mengacu pada surat
kesediaan ditempati yang
di tanda tangani oleh KH. Saifurrizal. Rupanya tanda tangan beliau tersebut
juga tanda tangan yang terakhir. Musyawarah Nasional yang akhirnya
terselenggara pada 1989 diadakan MUNAS Pagar
Nusa yang ke1 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Kraksaan,
Probolinggo. Dihadiri pendekar silat NU seluruh Nusantara, Munas
itu mengangkat Langsung KH.M.Abdullah Maksum Jauhari sebagai ketua umum pertama
Pagar Nusa, dan Prof.Dr. H.Suharbillah sebagai ketua Harian dan SekJen H. Kuncoro (H.Masyhur).
5.
Makna dan Peran Pagar Nusa
Pagar Nusa merupakan akronim
dari Pagar
NU dan Bangsa. PSNU Pagar Nusa adalah satu – satunya wadah yang sah
bagi organisasi pencak
silat di lingkungan Nahdlatul Ulama’ berdasarkan keputusan Muktamar. Organisasi
ini berstatus lembaga milik Nahdlatul Ulama’ yang penyelenggaraan dan
pertanggungjawabannya sama sebagaimana lembaga-lembaga
NU lainnya. Status resmi kelembagaan inilah yang menjadikan Pagar Nusa wajib
dilestarikan dan dikembangkan oleh seluruh warga NU dengan mengecualikan pencak
silat atau beladiri lainnya. Segala kegiatan yang berhubungan dengan pencak
silat dan beladiri dengan segenap aspeknya dari fisik sampai mental, dari
pendidikan sampai sistem pengamanan dan lain-lain merupakan bidang garapan bagi
lembaga ini.
6.
Sikap Jati diri Pagar Nusa
Jati diri Pagar Nusa sama dengan jati diri NU itu sendiri, yaitu: 1.
Ukhuwah Pagar Nusa Artinya Persaudaraan tanpa membedakan aliran dan perguruan
silat di Pagar Nusa. Makanya di kenal dengan istilah “Bhineka Tunggal Ika”. Biarpun
berbeda tapi tetap satu juga” berbeda aliran tapi tetap dalam satu ikatan pagar
nusa. 2. Ukhuwah
Nahdliyyah, artinya persaudaraan sesama NU yang tidak
dibatasi oleh perbedaan Partai Politik dan latar belakang sosial. 3. Ukhuwah
Islamiyah, artinya persaudaraan sesama Islam tanpa
dibatasi Perbedaan amaliyah seperti persaudaraan antara NU dan Muhammadiyah. 4.
Ukhuwah Basyariah, artinya persaudaraan
tanpa dibatasi perbedaan Kewarganegaraan atau perbedaan bangsa. 5. Ukhuwah Wathaniyah, artinya persaudaraan
tanpa dibatasi Oleh perbedaan suku atau ras yaitu`”Bhineka Tunggal Ika “
biarpun berbeda tapi tetap satu, bangsa indonesia dan Mempunyai hak dan
kewajiban yang sama sebagai warga negara Indonesia . 6. Ukhuwah Insaniyah, artinya memandang semua manusia sama dihadapan
Allah SWT yang membedakan hanyalah ketakwaan saja.
7.
Simbol dan Arti Lambang PAGAR NUSA
a.
Kurva segi lima merupakan simbolisasi dari Rukun
Islam dan Pancasila. Simbolisasi ini berangkat dari dasar pengertian
rukun Islam yang Nabi SAW sampaikan: “Islam
itu didirikan atas lima hal: Bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat,
berhaji ke baitullah bagi yang mampu, dan puasa Ramadhan” (HR Bukhori).
b.
Tiga garis tepi yang sejajar dengan garis kurva
merupakan lambang dari tiga pola utama cara hidup warga Nahdlatul Ulama, yaitu:
Iman, Islam, Ihsan.
c.
Bintang sudut lima sebanyak sembilan buah dengan
pola melingkar di atas bola bumi dan pada bagian paling atas bintangnya tampak
lebih besar ini merupakan ekspresi dari pola kepemimpinan wali songo, dan juga
idealisasi dari suatu cita-cita yang bersifat maksimal karena selain bintang
merupakan simbol kemuliaan juga jumlah sembilan merupakan angka tertinggi. Ini
sesuai dengan mimpi Nabi Yusuf tentang bintang sebagai isyarat akan mencapai
kemuliaan. Firman Allah SWT : “Ketika
Yusuf berkata kepada ayahnya : Wahai ayahku sesungguhnya aku bemimpi melihat
sebelas bintang, matahari, dan bulan ; kulihat semuanya sujud kepadaku”. (QS.Yusuf
: 4). Bintang terbesar
mengisyaratkan adanya keharusan adanya kepemimpinan dalam Islam.
d. Gambar Cabang / Trisula terletak ditengah bola dunia bagian atas, tepat
dibawah bintang terbesar, merupakan pengakuan sejarah bahwa senjata jenis
inilah yang tertua dan lebih luas penyebarannya di bumi nusantara. Sebagai
kelompok beladiri pencak silat anggota Ikatan Pencak Silat Indonesia ( IPSI ),
Pagar Nusa memasukkan simbol tersebut supaya tidak tercerabut dari identitas
persatuan beladiri asli Indonesia. Sebagaimana kita maklumi bersama : Barang siapa memisahkan diri dari kelompoknya
akan dimakan srigala.
e.
Bola Dunia tepat di tengah merupakan ciri khas dari
organisasi underbow Nahdlatul Ulama. yang simbol utamanya berupa bumi dan tampar sebagaimana di lukiskan
oleh tangan pertamanya KH. RIDWAN ABDULLAH berdasar Istikharahnya.
f.
Pita melingkupi bumi dengan tulisan LAA GHAALIBA
ILLAA BILLAH
Yang berarti tidak ada yang mengalahkan kecuali dengan pertolongan Allah merupakan tata nilai beladiri khas Pagar Nusa. Kalimat ini pada awal pembentukannya berbunyi LAA GHAALIBA ILLALLAH kemudian oleh K.H. Sansuri Badawi dianjurkan untuk diberi tambahan BA sehingga berbunyi seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan pola kalimat pada kalimat LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH yang bekonotasi umum (am) bagi segala bidang kehidupan. Sedangkan secara khusus (khos) dengan mengambil i’tibar bahwa dalam Al-Quran kegiatan-kegiatan yang melibatkan beladiri secara fisik maupun non fisik banyak disebut dengan menggunakan kalimat yang berasal dari akar kata ghalaba, maka Pagar Nusa menggunakan kalimat sebagaimana tercantum dalam simbol tersebut.
Yang berarti tidak ada yang mengalahkan kecuali dengan pertolongan Allah merupakan tata nilai beladiri khas Pagar Nusa. Kalimat ini pada awal pembentukannya berbunyi LAA GHAALIBA ILLALLAH kemudian oleh K.H. Sansuri Badawi dianjurkan untuk diberi tambahan BA sehingga berbunyi seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan pola kalimat pada kalimat LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH yang bekonotasi umum (am) bagi segala bidang kehidupan. Sedangkan secara khusus (khos) dengan mengambil i’tibar bahwa dalam Al-Quran kegiatan-kegiatan yang melibatkan beladiri secara fisik maupun non fisik banyak disebut dengan menggunakan kalimat yang berasal dari akar kata ghalaba, maka Pagar Nusa menggunakan kalimat sebagaimana tercantum dalam simbol tersebut.
1) Firman Allah :
a) “Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkanmu”
( QS. Ali Imron : 160 ).
b) “Orang orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui
Allah berkata : Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah” (QS. Al-Baqarah : 249)
c) “Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang -orang yang
beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut ( agama ) Allah itulah
yang pasti menang”. (QS. Al-Maa-idah : 56).
g.
Warna Hijau dan putih merupakan dua warna yang
secara universal mengandung makna baik. Sebab segala yang bersih dan suci baik
secara materiil (fisik) maupun immateriil (non fisik) dapat disimbolkan dengan
warna putih. Sedangkan hal-hal yang bersifat sejuk, subur, makmur, tenang, enak
dipandang dan lain-lain yang membahagiakan selalu dapat disimbolkan dengan
warna hijau.
Warna Putih merupakan warna wajah cerah bagi
orang-orang yang memperoleh kebahagiaan di akhirat.
Warna hijau merupakan warna ahli sorga yang
merupakan tempat kebahagiaan manusia, sebagaimana digambarkan oleh Allah SWT. :
“Mereka itulah bagi mereka
surga , megalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi
dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan
sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang
indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah”. (QS.Kahfi
: 31).
Dengan demikian kombinasi warna itu merupakan
kombinasi warna yang mengidolakan pemandangan di Surga kelak.
“Mereka
memakai pakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal dan dipakaikan kepada
mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman
yang bersih”. ( QS Al-Insan 21). 8. Visi dan Misi
1)
Pagar Nusa ber-Aqidah ala
Ahlussunnah wal Jama’ah dengan asas organisasi Pancasila.
2)
Pagar Nusa mengusahakan: Berlakunya
Ajaran Islam berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah di tengah-tengah kehidupan negara kesatuan Republik Indonesia yang
ber-Pancasila.
3)
Pagar Nusa mengusahakan: Pelestarian,
pembinaan, dan pengembangan pencak silat baik seni, beladiri, mental spiritual,
maupun olahraga / kesehatan khususnya di lingkungan NU maupun di lingkungan
warga bangsa lain pada umumnya.
Keanggotaan
diatur dalam Peraturan Dasar dengan kriteria mudah yaitu warga Nahdlatul Ulama’
: Mulai kanak – kanak sampai sesepuh (batasan usia). Dari yang belum mengenal
pencak silat sampai yang mahir (batasan kemampuan). Sistem penjenjangan anggota
dll, disesuaikan dengan kemampuan, usia, dan kebutuhan
Disamping Struktur
kepengurusan, Pagar Nusa memiliki perangkat organisasi yang dibentuk hanya
ditingkat pusat sbb :
1) Dewan Besar Guru
Khos
Yaitu
Ulama – Ulama Sepuh yang sangat mumpuni baik lahir maupun batin yang menjadi rujukan
terakhir bagi keputusan-keputusan penting dan merupakan back up utama PSNU Pagar
Nusa.
Dewan
Besar Guru Khos pada periode awal antara lain :
-
KH. ABDULLAH FAQIH
-
KH. HABIB JAKFAR
-
KH. ABDULLAH ABBAS
-
KH. M.A. FU’AD HASYIM
-
KH. HABIB LUTFI
-
KH. MUSLIMIN IMAM PURO
-
KH. SUFYAN
-
KH. KHOTIB UMAR
-
KH. MASDUQI MAHFUDZ
2) Dewan Guru Khos
Dewan
ini terdiri dari Ulama – Ulama Sepuh yang sangat mumpuni baik lahir maupun
batin yang menjadi sumber secara langsung dalam memberi masukan bagi kemajuan dan
kesuksesan LPSNU Pagar Nusa.
Dewan
Guru Khos pada periode awal antara lain :
-
KH. R. KHOLIL AS’AD
-
KH. SYAIFUL ISLAM
-
KH. AGUS HALIM
-
KH. SA’DAN MAFTUCH
-
KH. ALY MASHURI
-
KH. ROFI’I
-
KH. ABDULLAH
-
KH. SU’UD IBRAHIM
-
KH. AGUS BUSTOMI
-
KH. NURKHOLIS
3) Dewan Khos
Dewan
ini merupakan motor penggerak dan dapur organisasi yang menggali, menggodok dan
merumuskan segala hal yang berkaitan dengan pencak silat dan beladiri untuk
kemudian disosialisasikan di tingkat kepengurusan dan operasional. Dewan ini
juga merupakan back up langsung jembatan penghubung antara orang-orang khusus (khos)
dengan kepengurusan secara operasional.
Dewan
Khos pada periode awal antara lain :
-
PROF. DR. H. SUHAR BILLAH, S
H.MBA
-
KH. IMAM FAUZI
-
DRS. H. HUSNAN SANUSI
-
DRS. SUNOTO
-
H. TIMBUL WIJAYA
-
ZAINAL SUWARI
-
KH. KHOIRUL ANAM
-
DRS. MAHSUN
-
KH. SU’UDI BAGIYONO
-
H. AFANDI MAS’UD
-
MUJAHIDIN
4) Pasukan Khos
Adalah orang – orang
khusus yang memiliki keahlian tertentu yang terjun langsung di lapangan.
5) Pasukan Inti (PASTI)
Pasukan ini dibentuk
dengan kualifikasi tertentu guna memenuhi kebutuhan dalam kaitannya dengan
keorganisasian dan kemasyarakatan
Pada lambang Ikatan
Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa
tertulis Laa ghaaliba Illa billah yang melingkar di bola bumi; terletak
di bawah trisula. Lafaz itu diusulkan KH Suharbillah, seorang pendekar
silat dan salah seorang pendiri Pagar Nusa. Mulanya adalah kalimat
tersebut adalah la ghaliba illallah, kemudian KH Sansuri Badhawi
mengusulkan untuk menggantinya dengan la ghaliba illa billah. Kalimat
tersebut yang digunakan pada lamabang Pagar Nusa hingga sekarang.
Artinya semakna dengan la haula wa la quwwata illa billah.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
Pada lambang Ikatan
Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa
tertulis Laa ghaaliba Illa billah yang melingkar di bola bumi; terletak
di bawah trisula. Lafaz itu diusulkan KH Suharbillah, seorang pendekar
silat dan salah seorang pendiri Pagar Nusa. Mulanya adalah kalimat
tersebut adalah la ghaliba illallah, kemudian KH Sansuri Badhawi
mengusulkan untuk menggantinya dengan la ghaliba illa billah. Kalimat
tersebut yang digunakan pada lamabang Pagar Nusa hingga sekarang.
Artinya semakna dengan la haula wa la quwwata illa billah.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
Pada lambang Ikatan
Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa
tertulis Laa ghaaliba Illa billah yang melingkar di bola bumi; terletak
di bawah trisula. Lafaz itu diusulkan KH Suharbillah, seorang pendekar
silat dan salah seorang pendiri Pagar Nusa. Mulanya adalah kalimat
tersebut adalah la ghaliba illallah, kemudian KH Sansuri Badhawi
mengusulkan untuk menggantinya dengan la ghaliba illa billah. Kalimat
tersebut yang digunakan pada lamabang Pagar Nusa hingga sekarang.
Artinya semakna dengan la haula wa la quwwata illa billah.
ADVERTISEMENT
Menurut Kiai Suharbillah lafadz tersebut, Pagar Nusa ingin kejayaan
Islam di Cordova, Spanyol, tumbuh di Indonesia. juga sangat cocok
semboyan sebuah perhimpunan bela diri supaya para anggotanya tidak
takabur. Sebab dengan lafadz tersebut, pendekar berpegang teguh bahwa
tidak ada yang mengalahkan seseorang, kecuali hanya karena Allah. Dengan
slogan itu, pendekar tidak oper dosis bertujuan untuk kemenangan, di
atas langit ada langit
Ketua Umum Pagar Nusa 2012-2017 KH Aizzudin Abdurrahman menafsirkan
lafadz tersebut sebagai tingkat kepasrahan tertinggi seseorang. Meskipun
seseorang sakti, tapi tidak boleh merasa sakti. Termasuk kepada musuh
kita. Meskipun dia terlihat sakti, tapi ketika tidak dilindungi Allah,
dia tidak akan berarti apa-apa.
ADVERTISEMENT
Menurut Gus Aiz, ada slogan lain yang sering diungkapkan pendiri dan
mahaguru beladiri Pagar Nusa yaitu KH Maksum Jauhari, seorang pendekar
pilih tanding Pagar Nusa, yaitu “Pantang menantang walau kepada lawan,
pantang mundur kalau ditantang. Sebetulnya, slogan tersebut tak jauh
dengan laa ghaaliba illa billah.
Sejarah Berdiri dan Para Tokohnya
Menurut Ensiklopedia NU, Pagar Nusa bertugas menggali, mengembangkan,
dan melestarikan seni bela diri pencak silat Indonesia. Nama resminya
adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPS-NU) Pagar Nusa kemudian
sekarang membuang kata ikatan, menjadi Pencak Silat NU. Sedangkan Pagar
Nusa sendiri berarti pagarnya NU dan bangsa.
ADVERTISEMENT
Pagar Nusa dibentuk pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo,
Kediri, Jawa Timur. NU mengesahkan pendirian dan kepengurusannya melalui
Surat Keputusan tertanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986.
ADVERTISEMENT
Lahirnya Pagar Nusa berawal dari perhatian dan keprihatinan para kiai NU
terhadap surutnya ilmu bela diri pencak silat di pesantren. Padahal,
pada awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu dengan
kehidupan dan kegiatan pesantren.
Surutnya pencak silat antara lain ditandai dengan hilangnya peran pondok
pesantren sebagai padepokan pencak silat. Padahal, sebelumnya pondok
pesantren merupakan pusat kegiatan ilmu bela diri tersebut. Kiai atau
ulama pengasuh pondok pesantren selalu merangkap sebagai ahli pencak
silat, khususnya aspek tenaga dalam atau hikmah yang dipadu dengan bela
diri. Pada saat itu seorang kiai sekaligus juga pendekar pencak silat.
Du sisi Iain tumbuh berbagai perguruan pencak silat dengan segala
keanekaragamannya berdasarkan segi agama, aqidah, maupun kepercayaannya.
Perguruan-perguruan itu kadang bersifat tertutup dan saling mengklaim
sebagai yang terbaik serta terkuat.
Para ulama-pendekar merasa gelisah melihat kenyataan tersebut. KH
Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya, menceritakan masalah itu
kepada KH Mustofa Bisri di Rembang. Mereka lalu menemui KH Agus Maksum
Jauhari (Lirbow) atau Gus Maksum, yang memang dikenal sebagai tokoh ilmu
bela diri.
Pada 27 September 1985 mereka berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng,
Jombang. Tujuannya untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan NU yang
khusus mengembangkan seni bela diri pencak silat. Musyawarah tersebut
dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari Jombang, Ponorogo, Pasuruan,
Nganjuk, Kediri, Cirebon, dan Kalimantan. Kemudian terbitlah Surat
Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak
Silat Milik NU yang disahkan pada 27 Rabi’ul Awwal 1406/ 10 Desember
1985 dan berlaku hingga 15 Januari 1986.
Musyawarah berikutnya diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada
3 Januari 1986. Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa
Timur yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih sebagai
ketua umumnya.
Nama organisasi yang disepakati dalam musyawarah tersebut adalah lkatan
Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian
sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH Anas Thohir kemudian
mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama “Pagar Nusa" berasal dan KH Mujib
Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH Ridlwan Abdullah, pencipta lambang
NU.
KH Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima
yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya
terdapat pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya ”tiada
yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”. Lambang ini
dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai simbol pencak
silat. Sedangkan kalimat ”Laa ghaliba illa billah” merupakan usul dari
KH Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba
ilallah”.
Untuk membentuk susunan pengurus tingkat nasional, PBNU di Jakarta
membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk menjadi pengurus. Surat ini
ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH
Achmad Siddiq.
Pagar Nusa mengadakan Munas I di Pondok Pesantren Zainul Hasan,
Genggong, Kraksaan, Probolinggo. Surat kesediaan ditempati sebagai
penyelenggara munas ditandatangani oleh KH Saifurrizal. la juga yang
menentukan tanggal pelaksanaan acara tersebut, yaitu 20-23 September
1991. Namun, ternyata itu adalah tanggal yang tepat dengan 100 hari
wafatnya KH Saifurrizal sehingga pada pembukaan acara pun terlebih
dahulu diadakan tahlilan.
Sesuai hasil Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994), Lembaga Pencak
Silat NU Pagar Nusa berubah status dari Lembaga menjadi badan otonom.
Kemudian pada Muktamar NU di Lirboyo (1999), status Badan Otonom kembali
berubah menjadi lembaga.
Munas II Pagar Nusa diadakan di Padepokan IPSI Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta, pada 22 Januari 2001. Acara ini diikuti perwakilan dari
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan,
dan Sulawesi. Bahkan, Jawa Timur yang merupakan pusat pengembangan PSNU
Pagar Nusa mengikutsertakan perwakilan dari cabang-cabang yang ada di 35
kabupaten/kota se-Jawa Timur dan pondok pesantren.
Acara yang dibuka oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid ini membahas
agenda-agenda: (1) Organisasi: Membahas masalah Peraturan Dasar dan
Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) IPS-NU Pagar Nusa; (2) Ke-Pasti-an:
Membahas masalah Pasti (Pasukan lnti) dan perangkat yang lain yang
meliputi seragam dan atributnya, keanggotaan, dan kepelatihan; (3)
Teknik dan Jurus: Membahas, menggali, dan menyempurnakan jurus-jurus
yang sudah dimiliki oleh IPS-NU Pagar Nusa yang kemudian
didokumentasikan dalam bentuk hard copy (buku) dan soft copy (kaset dan
VCD).
Saat ini Pagar Nusa memakai seragam khusus, antara Ialn: (1) Seragam
Atlet: baju dan celana berwarna hitam dengan bagde IPSI dl dada sebelah
kanan dan bagde Pagar Nusa d£ dada sebelah kiri dilengkapi sabuk
kebesaran warna hijau yang diikatkan dengan simpul hidup di sebelah
kanan; (2) Seragam Pasukan Inti (Pasti) Putra: kemeja lengan panjang
berwarna hitam, celana warna hitam, sepatu hitam PDH dengan memakai
atribut yang telah ditentukan; (3) Seragam Pasukan lnti (Pasti) Putri:
pasukan yang dibentuk dan bertugas pertama kali pada acara Istighatsah
Nasional PBNU di Lapangan Kodam V Brawijaya Surabaya pada 15 Mei 2003
ini memakai seragam berupa blazer (jas) berwarna hitam, jilbab hitam,
celana hitam, dan memakai sepatu PDH berwarna hitam dengan atribut yang
telah ditetapkan; (4) Seragam Pengurus: baju dan celana warna hitam, jas
warna putih, berkopiah hitam, dan bersepatu PDH warna hitam; (5)
Seragam Tim Khos: seperti seragam pengurus ditambah dengan simbol
khusus; (6) Seragam Kebesaran: jubah warna hitam yang dipakai hanya pada
ajang tingkat nasional.
Beberapa tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pagar Nusa adalah KH Agus
Maksum Jauhari, KH Suharbillah, KH Fuad Anwar, KH Aizuddin Abdurrahman,
dan saat ini H M. Nabil Haroen.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
Pada lambang Ikatan
Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa
tertulis Laa ghaaliba Illa billah yang melingkar di bola bumi; terletak
di bawah trisula. Lafaz itu diusulkan KH Suharbillah, seorang pendekar
silat dan salah seorang pendiri Pagar Nusa. Mulanya adalah kalimat
tersebut adalah la ghaliba illallah, kemudian KH Sansuri Badhawi
mengusulkan untuk menggantinya dengan la ghaliba illa billah. Kalimat
tersebut yang digunakan pada lamabang Pagar Nusa hingga sekarang.
Artinya semakna dengan la haula wa la quwwata illa billah.
ADVERTISEMENT
Menurut Kiai Suharbillah lafadz tersebut, Pagar Nusa ingin kejayaan
Islam di Cordova, Spanyol, tumbuh di Indonesia. juga sangat cocok
semboyan sebuah perhimpunan bela diri supaya para anggotanya tidak
takabur. Sebab dengan lafadz tersebut, pendekar berpegang teguh bahwa
tidak ada yang mengalahkan seseorang, kecuali hanya karena Allah. Dengan
slogan itu, pendekar tidak oper dosis bertujuan untuk kemenangan, di
atas langit ada langit
Ketua Umum Pagar Nusa 2012-2017 KH Aizzudin Abdurrahman menafsirkan
lafadz tersebut sebagai tingkat kepasrahan tertinggi seseorang. Meskipun
seseorang sakti, tapi tidak boleh merasa sakti. Termasuk kepada musuh
kita. Meskipun dia terlihat sakti, tapi ketika tidak dilindungi Allah,
dia tidak akan berarti apa-apa.
ADVERTISEMENT
Menurut Gus Aiz, ada slogan lain yang sering diungkapkan pendiri dan
mahaguru beladiri Pagar Nusa yaitu KH Maksum Jauhari, seorang pendekar
pilih tanding Pagar Nusa, yaitu “Pantang menantang walau kepada lawan,
pantang mundur kalau ditantang. Sebetulnya, slogan tersebut tak jauh
dengan laa ghaaliba illa billah.
Sejarah Berdiri dan Para Tokohnya
Menurut Ensiklopedia NU, Pagar Nusa bertugas menggali, mengembangkan,
dan melestarikan seni bela diri pencak silat Indonesia. Nama resminya
adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPS-NU) Pagar Nusa kemudian
sekarang membuang kata ikatan, menjadi Pencak Silat NU. Sedangkan Pagar
Nusa sendiri berarti pagarnya NU dan bangsa.
ADVERTISEMENT
Pagar Nusa dibentuk pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo,
Kediri, Jawa Timur. NU mengesahkan pendirian dan kepengurusannya melalui
Surat Keputusan tertanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986.
ADVERTISEMENT
Lahirnya Pagar Nusa berawal dari perhatian dan keprihatinan para kiai NU
terhadap surutnya ilmu bela diri pencak silat di pesantren. Padahal,
pada awalnya pencak silat merupakan kebanggaan yang menyatu dengan
kehidupan dan kegiatan pesantren.
Surutnya pencak silat antara lain ditandai dengan hilangnya peran pondok
pesantren sebagai padepokan pencak silat. Padahal, sebelumnya pondok
pesantren merupakan pusat kegiatan ilmu bela diri tersebut. Kiai atau
ulama pengasuh pondok pesantren selalu merangkap sebagai ahli pencak
silat, khususnya aspek tenaga dalam atau hikmah yang dipadu dengan bela
diri. Pada saat itu seorang kiai sekaligus juga pendekar pencak silat.
Du sisi Iain tumbuh berbagai perguruan pencak silat dengan segala
keanekaragamannya berdasarkan segi agama, aqidah, maupun kepercayaannya.
Perguruan-perguruan itu kadang bersifat tertutup dan saling mengklaim
sebagai yang terbaik serta terkuat.
Para ulama-pendekar merasa gelisah melihat kenyataan tersebut. KH
Suharbillah, seorang pendekar dari Surabaya, menceritakan masalah itu
kepada KH Mustofa Bisri di Rembang. Mereka lalu menemui KH Agus Maksum
Jauhari (Lirbow) atau Gus Maksum, yang memang dikenal sebagai tokoh ilmu
bela diri.
Pada 27 September 1985 mereka berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng,
Jombang. Tujuannya untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan NU yang
khusus mengembangkan seni bela diri pencak silat. Musyawarah tersebut
dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari Jombang, Ponorogo, Pasuruan,
Nganjuk, Kediri, Cirebon, dan Kalimantan. Kemudian terbitlah Surat
Keputusan Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak
Silat Milik NU yang disahkan pada 27 Rabi’ul Awwal 1406/ 10 Desember
1985 dan berlaku hingga 15 Januari 1986.
Musyawarah berikutnya diadakan di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, pada
3 Januari 1986. Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa
Timur yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih sebagai
ketua umumnya.
Nama organisasi yang disepakati dalam musyawarah tersebut adalah lkatan
Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian
sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH Anas Thohir kemudian
mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama “Pagar Nusa" berasal dan KH Mujib
Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH Ridlwan Abdullah, pencipta lambang
NU.
KH Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima
yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya
terdapat pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya ”tiada
yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”. Lambang ini
dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai simbol pencak
silat. Sedangkan kalimat ”Laa ghaliba illa billah” merupakan usul dari
KH Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba
ilallah”.
Untuk membentuk susunan pengurus tingkat nasional, PBNU di Jakarta
membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk menjadi pengurus. Surat ini
ditandatangani Ketua Umum PBNU KH Abdurrahman Wahid dan Rais Aam KH
Achmad Siddiq.
Pagar Nusa mengadakan Munas I di Pondok Pesantren Zainul Hasan,
Genggong, Kraksaan, Probolinggo. Surat kesediaan ditempati sebagai
penyelenggara munas ditandatangani oleh KH Saifurrizal. la juga yang
menentukan tanggal pelaksanaan acara tersebut, yaitu 20-23 September
1991. Namun, ternyata itu adalah tanggal yang tepat dengan 100 hari
wafatnya KH Saifurrizal sehingga pada pembukaan acara pun terlebih
dahulu diadakan tahlilan.
Sesuai hasil Muktamar NU di Cipasung, Tasikmalaya (1994), Lembaga Pencak
Silat NU Pagar Nusa berubah status dari Lembaga menjadi badan otonom.
Kemudian pada Muktamar NU di Lirboyo (1999), status Badan Otonom kembali
berubah menjadi lembaga.
Munas II Pagar Nusa diadakan di Padepokan IPSI Taman Mini Indonesia
Indah, Jakarta, pada 22 Januari 2001. Acara ini diikuti perwakilan dari
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Riau, Bali, Kalimantan,
dan Sulawesi. Bahkan, Jawa Timur yang merupakan pusat pengembangan PSNU
Pagar Nusa mengikutsertakan perwakilan dari cabang-cabang yang ada di 35
kabupaten/kota se-Jawa Timur dan pondok pesantren.
Acara yang dibuka oleh Presiden KH Abdurrahman Wahid ini membahas
agenda-agenda: (1) Organisasi: Membahas masalah Peraturan Dasar dan
Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) IPS-NU Pagar Nusa; (2) Ke-Pasti-an:
Membahas masalah Pasti (Pasukan lnti) dan perangkat yang lain yang
meliputi seragam dan atributnya, keanggotaan, dan kepelatihan; (3)
Teknik dan Jurus: Membahas, menggali, dan menyempurnakan jurus-jurus
yang sudah dimiliki oleh IPS-NU Pagar Nusa yang kemudian
didokumentasikan dalam bentuk hard copy (buku) dan soft copy (kaset dan
VCD).
Saat ini Pagar Nusa memakai seragam khusus, antara Ialn: (1) Seragam
Atlet: baju dan celana berwarna hitam dengan bagde IPSI dl dada sebelah
kanan dan bagde Pagar Nusa d£ dada sebelah kiri dilengkapi sabuk
kebesaran warna hijau yang diikatkan dengan simpul hidup di sebelah
kanan; (2) Seragam Pasukan Inti (Pasti) Putra: kemeja lengan panjang
berwarna hitam, celana warna hitam, sepatu hitam PDH dengan memakai
atribut yang telah ditentukan; (3) Seragam Pasukan lnti (Pasti) Putri:
pasukan yang dibentuk dan bertugas pertama kali pada acara Istighatsah
Nasional PBNU di Lapangan Kodam V Brawijaya Surabaya pada 15 Mei 2003
ini memakai seragam berupa blazer (jas) berwarna hitam, jilbab hitam,
celana hitam, dan memakai sepatu PDH berwarna hitam dengan atribut yang
telah ditetapkan; (4) Seragam Pengurus: baju dan celana warna hitam, jas
warna putih, berkopiah hitam, dan bersepatu PDH warna hitam; (5)
Seragam Tim Khos: seperti seragam pengurus ditambah dengan simbol
khusus; (6) Seragam Kebesaran: jubah warna hitam yang dipakai hanya pada
ajang tingkat nasional.
Beberapa tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pagar Nusa adalah KH Agus
Maksum Jauhari, KH Suharbillah, KH Fuad Anwar, KH Aizuddin Abdurrahman,
dan saat ini H M. Nabil Haroen.
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/107072/sejarah-pencak-silat-nahdlatul-ulama-pagar-nusa
No comments